Pada suatu hari, aku dan kedua temanku Vanka dan Linda akhirnya berhasil membeli tiket ke turnamen tenis yang sangat populer. Sebelum memasuki lapangan tenisnya kita membeli snack agar tidak kelaparan. Saat kami memasuki lapangan tenis kami langsung mencari tempat duduk. Vanka dan Linda pun bertengkar tentang siapa yang akan menang, sedangkan aku sedang mengagumi lelaki yang tidak kuketahui siapa.
Tiba-tiba MC tenisnya mendengar tengkaran Vanka dan Linda. Ia pun menyuruh kami untuk pindah tempat duduk secara terpisah. Aku memutuskan untuk duduk di sebelah lelaki yang aku agumi tadi. Meskipun dia tidak mengeluarkan sepatah kata pun, aku tetap senang bisa duduk disebelahnya. Tidak tahu mengapa, aku tak sengaja tertidur di bahu lelaki yang ada di sampingku ini.
Bagaimana aku bisa mengetahuinya? Setelah kejadian itu aku terbangun di dalam mobil. Aku bingung, karena aku dan teman-temanku tidak mengendarai mobil. Saat aku menoleh ke arah kananku, aku terkejut. Bagaimana tidak, ternyata yang mengendarai mobil itu lelaki yang tadi. Aku panik dan mengira aku diculik, tetapi lelaki tersebut malah tertawa. Dia memperkenalkan dirinya, aku mengetahui bahwa nama dia adalah Mahendra. Dia menceritakan semuanya dari A sampai Z. Aku merasa sangat malu. Mahen pun memberitahuku untuk rileks dan dia tidak keberatan mengantarku pulang. Aku menjadi sedikit tenang.
Sampai dirumahku, aku melambai kecil ke Mahen dan berterima kasih kepadanya. Ketika aku masuk ke dalam rumah, hal yang pertama aku lihat adalah ayahku mempersiapkan ritual yang bodohnya itu. Dia masih dan selalu berpikir bahwa dia bisa menghidupkan ibuku kembali yang sudah meninggal karena kecelakaan mobil. Aku selalu muak dengan pemikirannya yang sangat bodoh dan tidak masuk akal. Tentu saja aku merindukan ibuku, tetapi dengan cara ini ibuku tidak akan beristirahat dengan tenang.
Akhirnya, aku berniat merusak ritual tersebut. Aku mengambil mangkuk yang berisi seperti daun teh kering dan kabur keluar sambil membuangnya. Sayangnya ayah melihatku dan mengerjarku. Ketika ayah mengerjarku mangkuknya sudah kosong. Dia menyusulku dan merebut mangkuk yang kupegang. Dia menamparku dan memanggilku 'anak tak berguna'. Hatiku retak ketika mendengar itu. Mengapa ayah berubah dratis?
Aku melihat ayahku mencoba mengumpulkan daun daun yang kubuang, dan dia berhasil mengumpulkan sebanyak yang dia butuhkan. Aku langsung berlari untuk memberhentikan ritualnya, tetapi itu sudah terlambat. Ayah berhasil melakukan ritualnya sampai selesai. Dia tergirang senang. Tiba-tiba aku melihat tangan muncul dari tanah.
Aku langsung berlari ke kamar dan menguncinya. Anehnya, pintunya malah terbuka kembali. Padahal aku baru saja menguncinya. Aku pun menguncinya lagi dan menunggu di pintu. Beberapa detik kemudian aku melihat tangan hitam keriput yang membuka kunci pintu. Aku lemas. Aku langsung berlari untuk memberi tahu kakak dan ayahku. Ayah tidak percaya kepadaku dan bahkan mengira aku gila. Dia pun pergi ke kamar mandi tanpa mengetahui ada makhluk hitam didalamnya.
Aku mendengar teriakan ayahku dan pergi ke dapur untuk mengambil pisau, tetapi aku dihalangi oleh makhluk hitam itu. Aku menendangnya dan ternyata makhluk itu sangat ringan. Aku memanggilnya zombi, karena dia mengubah ayahku menjadi seperti mereka. Aku mengambil dua pisau, satu untukku dan satu untuk kakakku. Aku berlari menuju kamar kakakku sambil menelpon Mahen untuk menjemputku. Aku mendobrak masuk ke kamar kakakku, mengunci pintunya, memberinya pisau dan menjelaskan semuanya dengan cepat. Ternyata kakakku tau bagaimana cara mengakhiri semua ini. Dia mengambil buku tua yang ada diatas lemarinya.
Dia mencari halamannya dengan panik. Dia menyuruhku untuk menjaganya ketika dia mencoba mengakhiri semua ini. Aku menarik nafas panjang untuk rileks dan membuka pintunya, tetapi tidak ada satupun zombi yang ada di depan pintu. Aku pun melihat semua zombi berkumpul di satu tempat. Aku bingung. Tak sedetik kemudian semua zombi itu terlempar kemana mana, dan aku melihat Mahen. Aku langsung berlari memeluknya, dia pun membalas pelukanku. Tak lama kemudian zombi zombi yang terlempar mulai berjalan mengerumuni kami.
Aku pun menyadari, mereka tidak menyentuh kami. Aku melihat ke bawah, ternyata ada tangan-tangan yang menarik mereka kembali ke alam baka. Aku tergirang senang, mengetahui dia berhasil merapal mantranya. Setelah semua zombi itu hilang, aku melihat kakakku. Aku berlari ke kakak dan memeluknya. Aku melihat kakakku terlihat sangat kebingungan. Aku pun menyadari aku belum memperkenalkan Mahen ke kakakku. Aku bercerita ke kakak dari awal Mahen mengantarku sampai aku menelpon Mahen untuk membantu. Kakakku langsung berjabat tangan dengan Mahen dan berterima kasih kepadanya.
Kakakku menyadari dia ingin memberi tahuku sesuatu, dia menyuruh kami ke kamarnya. Disana kami semua duduk dan mendengarkan kakakku menjelaskan apa yang sudah terjadi. Dia menjelaskan bahwa zombi itu bernama mortuus cerebrum yang artinya otak mati dalam bahasa latin. Ternyata zombi tersebut adalah leluhur kami yang melakukan ritual yang sama di masa lalu, mereka datang dari Dunia Osiris karena mendapat panggilan dari ayahku atau bisa dibilang panggilan tersebut itu ritual yang hampir ku kacaukan. Zombi tersebut terlihat hitam dan terbakar karena sebelum ritual mereka bersama-sama memakan dedaunan yang tadi aku hamburkan.
Aku pun mengerti mengapa ayahku sangat marah ketika aku mengambil dedaunannya. Ternyata itu adalah Hogweed yang menyebabkan kulit mereka terlihat terbakar dan dicampur oleh jamur death cap yang membuat mereka hitam.
Setelah kakakku menceritakan semua itu Mahen merekomendasikan untuk membuang buku itu agar tidak ada lagi kejadian seperti ini.
Kami pun pergi ke pantai mengendarai mobil Mahen dan membuang buku tersebut ke lautan. Kakakku pergi ke mobil duluan, sedangkan aku dan Mahen melihat buku itu menjauh. Beberapa menit kemudian aku dan Mahen pergi ke mobil dan pulang tanpa mengetahui apakah buku tersebut akan mengambang dilautan selamanya atau akan ditemukan oleh orang lain.